Minggu, 08 Juni 2008


akidah keberagamaan internal dan eksternal

'AQIDAH KEBERAGAMAAN INTERNAL DAN EKSTERNAL
(Sesama Muslim dan Antar Agama)


A. Agama dan Keberagamaan
Agama merupakan sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan, keimanan dan kepercayaan seseorang. Dalam hal ini, agama dipandang dan diteliti tidak secara sepihak atau memandang agamanya lebih baik dan menghina agama lain. Namun, pemahaman agama di pandang secara obyektif mengenai kebenarannya dengan sikap yang relatif.

Istilah agama
[1] ditunjuk dengan menggunakan kata religi. Terma agama yang berasal dari kata religi (dari asal kata relegere) mempunyai arti mengumpulkan dan membaca. Artinya, agama merupakan kumpulan tata cara beribadah kepada Tuhan. Selain itu, religi juga mempunyai arti mengikat (dari asal kata religare).[2]

Agama mencakup tiga dimensi :
(1) keyakinan (akidah)
(2) hukum (syariat), dan
(3) norma (akhlak).
Ketiga dimensi tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga satu sama lain saling berkaitan, dan tidak boleh dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan menjalankan din, kebahagiaan, kedamaian, dan ketenangan akan teraih di dunia dan di akhirat. Seseorang dikatakan mutadayyin (ber-din dengan baik), jika dia dapat melengkapi dirinya dengan tiga dimensi agama tersebut secara proporsional, maka dia pasti berbahagia.
[3]

Dari ketiga dimensi din tersebut, akidah menduduki kedudukan yang paling prinsip dan menentukan. Dalam pengertian bahwa yang menentukan seseorang itu mutadayyin atau tidak adalah akidahnya. Dengan kata lain, yang memisahkan seseorang yang beragama dari yang tidak beragama (ateis) adalah akidahnya. Lebih khusus lagi, bahwa akidahlah yang menjadikan orang itu disebut Muslim, Kristian, Yahudi atau yang lainnya.

B. Paradigma Keberagamaan
Penafsiran dan keberagamaan, pada dasarnya muncul sesuai dengan tingkat pengetahuan, lingkungan sosial dan kultural, serta keyakinan yang dibawanya sejak dari kecil (agama orang tua). Hingga dewasa ini, paradigma keberagamaan umat manusia umumnya bisa ditipologikan menjadi tiga golongan.Pertama, paradigma eksklusif, pandangan yang dominan ada pada kalangan ini, adalah bahwa agama merekalah yang menjadi satu-satunya jalan keselamatan, sedangkan agama lain semuanya menuai kesalahan. Bagi agama Kristiani, pandangan ini menganggap bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan untuk keselamatan. “akulah jalan kebenaran dan hidup, tidak ada yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” , sehingga muncullah perumusan istilah extra ecclesiam nulla salus (tidak ada keselamatan di luar Gereja) yang pernah dikukuhkan dalam Konsili Florence 1442. Sedangkan bagi kalangan Islam, landasan teologisnya adalah penafsiran secara tekstual pada ayat-ayat Al Quran tentang kebenaran tunggal agama Islam. “sesungguhnya agama (al-din) disisi Allah adalah Islam” dan ada ayat lain yang memperkuat ayat ini berbunyi “barang siapa mencari agama selain Islam, maka (agama itu) sekali-kali tidak akan diterima dari Dia, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi” Implikasi sosial dari pandangan-pandangan tersebut adalah tertutupnya pintu dialog dan kerja sama antar agama. Bahkan, bisa jadi keragaman pemikiran dalam agama sejenis tertutupi oleh dominasi sekelompok paham. Pluralisme adalah pondasi dalam membangun masyarakat demokratis, bukan paham yang merusak agama atau anti agama, yang merupakan statement bagi para penentang paham pluralisme yaitu kaum Tradisional, fundamentalis dan konservatisme yang selama ini mereka teriakan.
[4]
Kedua, paradigma inklusif, menurut kalangan ini agama-agama itu pada dasarnya semuanya berasal dari Yang Satu. Sedangkan perbedaan agama, hanyalah jalan menuju ke Yang Satu dengan mereka, seluruhnya ditulis oleh Allah Ta’ala bahwa menyesuaikan diri dengan pembawa, kaum penerima, bahasa, serta lingkungan geografis. Menurut pandangan Umar Sulaiman Al-asyqar, seorang sarjana Muslim yang berdomisili di Kuwait, memaparkan pandangaannya tentang kesatuan agama menegaskan bahwa agama yang diturunkan Allah kepada Nabi dan rasul adalah satu, yaitu Islam. Islam bukan nama untuk satu agama tertentu, tetapi adalah nama yang didakwahkan oleh semua nabi. Senada dengan apa yang dikatakan Nurcholish Madjid. “ Maka semua nabi itu dan para pengikut mereka adalah orang-orang muslim. Hal ini menjelaskan bahwa firman Allah dalam (Q 3:85 dan Q 3:19) tidaklah khusus tentang orang-orang (masyarakat) yang kepada mereka nabi Muhammad s.a.w diutus, melainkan hal ini merupakan suatu hokum umum (hukm amm, ketentuan universal) tentang manusia masalau dan manusia kemudian hari. Kesemuanya itu mengisyaratkan adanya titik temu agama-agama ini harus dijadikan sarana untuk membuka diri atau bersimpati terhadap kebenaran agama orang lain. Kalau Allah menghendaki, maka umat manusia itu menganut satu agama saja, tetapi Allah menciptakan beragam agama, agar bisa menguji siapa yang paling baik amalnya, yang diharuskan adalah berlomba-lomba dalam kebajikan (Fastabikhul khairat).[5]

Ketiga, paradigma pluralis atau paralel. Menurut kalangan ini, setiap agama pada dasarnya berbeda dan mempunyai jalan keselamatan sendiri. Namun ada persamaan yang senantiasa ada, yaitu nilai-nilai perenial agama yang mengajarkan tentang kebaikan, perdamaian, melarang kejahatan, serta tolong-menolong dengan orang lain. Tokoh paradigma ini adalah John Harwood Hicks (1973) yang melakukan revolusi dalam teologi agama-agama. Menurut dia, teologi agama-agama harus senantiasa diperbarui guna menyesuaikan diri dengan pengetahuan manusia dan perkembangan zaman. Paradigma baru itu adalah dialog dan kerja sama antaragama untuk menciptakan kemanusiaan universal dan keselamatan sosial demi perdamaian di muka Bumi. Metafor yang mengukuhkan paradigma pluralisme agama adalah pelangi. Maksudnya, pada dasarnya semua agama mempunyai warna dasar yang sama, yaitu warna putih. Akan tetapi, warna ini sering tidak terlihat dari warna luarnya yang berupa hijau, biru , kuning, dan sebagainya, yang sebetulnya menyimpan warna putih juga (baca-Kristen, Budha, Islam, dan sebagainya). Warna dasar pelangi inilah yang dalam agama dinamakan sebagai "agama primordial" atau "nilai perenial".Oleh karena itu, perbedaan agama pada kalangan ini diterima sebagai pertimbangan dalam prioritas "perumusan iman" dan "pengalaman iman". (Islam Pluralis, hal. 49-50). Sama apa yang dirumuskan oleh Sayyid Hossein Nasr, setiap agama pada dasarnya distruktur oleh dua hal tersebut. Sikap pluralis bisa diterima jika seandainya perbedaan antara Kristen dengan Islam diletakan dalam posisi yang lebih penting diantara keduannya. Islam mendahulukan perumusan iman, dan pengalaman iman mengikuti perumusan iman tersebut. Sedangkan dalam ke Kristenan mendahulukan pengalaman iman (dalam hal ini pengalaman akal Tuhan yang menjadi manusia pada diri Yesus Kristus, yang kemudian disimbolkan pada sakramen Misa dan Ekaristi) dan perumusan iman mengikuti pengalaman ini, dengan rumusan dogmatis melalui Trinitas.
Ketiga tipologi paradigma keberagamaan di atas bukanlah hal yang kaku dan tetap. Akan tetapi, semuanya adalah persoalan pilihan kehidupan dan keyakinan. Apa yang kita anggap sesuai dengan keyakinan kita tentang konsepsi teologi tanpa menjustifikasi penganut lain yang tidak sepaham. Hal itu menjadi masalah tersendiri, ketika realitas sosial dan masyarakat yang ada menunjukkan fakta yang berbeda dengan keyakinannya. Artinya, paradigma keberagamaan itu bisa mengganggu orang lain dan kurang memberikan manfaat pada tatanan sosial yang ideal.
[6]

C. Fakta dan keniscayaan pluralisme
Pluralitas adalah realitas yang betul-betul terjadi di sekitar kehidupan kita sehari-hari. Hal itu nampak pada pluralitas agama, budaya, latar belakang pendidikan, ras dan suku, serta kesenangan bahkan jalan hidup masing-masing manusia. Pluralitas atau keragaman berbagai hal itu sebetulnya memang sebuah hal yang alami tanpa melalui rekayasa atau kehendak manusia. Maksudnya, itu adalah kehendak Tuhan sebagai pencipta manusia dan seluruh kehidupan yang ada di muka bumi. Tentunya, dengan tujuan agar perbedaan itu diambil aspek positifnya sebagai jalan pemandu untuk bekerja sama, intropeksi diri, dan tolong-menolong.Keragaman di atas pada awalnya memang tidak menimbulkan persoalan atau gejolak sosial. Mari kita lihat apa yang yang merjadi konflik di Indonesia akhir-akhir ini, dimana konflik merebak dengan mengusung bendera agama dan ras, kalau kita menelaahnya sesungguhnya konflik tersebut berawal dari factor social, ekonomi, dan politik seperti kerusuhan bernuansa SARA menewaskan ribuan manusia seperti kerusuhan Ambon, timor-timur, Sambas dan lainnya adalah sebagian dari daftar panjang kerusuhan yang terjadi karena dilator belakangi oleh konflik agama. kerusuhan masaal yang terjadi tahun 1998 dimana ratusan gereja dan tempat usaha etnis China dibakar, dirusak dan dijarah, bahkan yang tidak manusiawi anak-anaknya diperkosa bahkan ada yang sampai dibunuh.

Seperti yang terjadi baru-baru ini adanya bom bunuh diri yang mengatasnamakan agama yang berjuang menegakan ajaran Tuhan dimuka bumi Pada dasarnya apayang dilakukan adalah hal yang bodoh kerena islam tidak mengajarkan kekerasan. Paradigma keber-Agamaan seperti itu patut dikatakan keliru karena agama diturunkan dari Tuhan untuk kepentingan manusia, bukan dari Tuhan untuk kepentingan Tuhan, dan bukan pula dari manusia untuk Tuhan. Melainkn dalam hal ini Tuhan berposisi sebagai sumber spirit moral. Dari Nya manusia berasal, kepadanya pula manusia akan kembali untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya selama hidup didunia. Agama pada dasarnya bersifat kemanusiaan tetapi bukan berarti kemanusiaan yang berdiri sendiri melainkan kemanusiaan yang memancarkan dari wujud Tuhan. oleh sebab itu, sebagaimana nilai kemanusiaan tidak mungkin bertentangan dengan nilai keagamaan maka nilai keagamaan mustahil menentang nilai kemanusiaan.Yang menjadi kecurigaan; jangan-jangan ada kekuatan lain yang menggerakannya sehingga yang muncul adalah konflik yang dibangun seakan-akan bermuatan SARA. Karena mereka sering dibarengi dengan keinginan untuk menguasai, (social, politik dan ekonomi) meminjam istilah Nietzsche - will to power -, sering menjadikan mereka menghalalkan segala cara. Penghalalan segala cara adalah naluri hewaniah manusia yang sering muncul ke permukaan. Padahal, ada sebuah nilai keluhuran manusia berupa akal sehat dan hati nurani yang harus senantiasa dipertimbangkan ketika melakukan sebuah tindakan.
Nilai keluhuran dan kemanusiaan itu ketika diperhadapkan dengan realitas pluralitas, adalah sebuah sikap yang menghargai perbedaan disertai dengan kearifan menerima dan mengakui kebenaran orang lain. Dalam keberagamaan, sikap ini mewujud dalam implementasi paradigma pluralisme agama sebagaimana dijelaskan di atas. Oleh karena itu, dalam realitas pluralitas yang terbentang di hadapan kita, sebuah sikap pluralis dalam beragama adalah sebuah keniscayaan yang mesti dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Amin Abdullah yag dikutif Rachman mengatakan bahwa realitas pluralitas agama yang belum berlanjut pada pluralisme keagamaan itu, disebabkan oleh adanya hegemoni kepentingan dan egoisitas pada sekelompok orang atau golongan tertentu. Tindakan dan kepentingan itu juga sering mereka justifikasi dengan landasan teks-teks keagamaan.
[7]
Anehnya, penafsiran teks keagamaan itu sering mereka lakukan secara terpisah dengan realitas sosial yang terbentang di permukaan. Padahal, untuk menciptakan sebuah pluralisme keagamaan meniscayakan penafsiran yang mengompromikan antara aspek historisitas dan normativitas teks keagamaan (baca-kontekstualisasi).Pandangan pluralisme yang dimaksudkan di sini bukan berarti mencampuradukkan atau membuat "gado-gado" agama, atau dalam istilah lain disebut sinkretisme yaitu pandangan yang mencampuradukan semua agama atau menjalankan ajaran semua agama sekaligus karena semuannya dianggap memberikan keselamatan (Jalaludin Rakhmat) ;namun justru penghargaan dan penggalian nilai-nilai kebenaran universal agama untuk kebaikan bersama. Seperti ditegaskan oleh Alwi Shihab, bahwa pluralisme bukanlah relativisme an sich, namun juga menekankan adanya komitmen yang kukuh pada agama masing-masing dan membuka diri atau bersifat empati terhadap kebenaran agama lainnya (Islam Inklusif, Mizan, 1997). Jadi, yang perlu digarisbawahi adalah sikap untuk menjunjung tinggi kebaikan bersama dan menghindari klaim tunggal kebenaran. karena setiap pemeluk agama lain terdapat keselamatan.
D. Pluralisme keagamaan dan praksis sosial
Esensi kebenaran sebuah agama sejatinya terletak pada jawabannya atas problem kemanusiaan. Sebab, sesungguhnya agama sejak awal mempunyai misi suci untuk menyelamatkan dan menuntun manusia menuju jalan kehidupan yang baik dan benar. Maka, pernyataan Gregory Baum yang menyatakan bahwa kebenaran agama terletak pada komitmen solidaritas dan visi emansipatoris, sangatlah relevan. Bila agama tidak menunjukkan kedua hal itu lewat penafsiran dan perilaku pemeluknya, maka lambat laun agama pasti menjadi komoditi yang tidak laku di pasaran. Bahkan akan sampai pada pembunuhan nilai-nilai spiritual seperti yang terjadi akhir-akhir ini dimana agama dikambing hitamkan penyebab berbagai konflik horizontal. Jika seorang pemeluk agama bentrok dengan pemeluk agama lain akan dianggap sebagai “sebuah tindakan melawan kezaliman” sedangkan jika orang yang berada di agama lain akan berpikiran sebaliknya.
[8]
Oleh karena itu, pluralisme keagamaan haruslah juga menghadapkan dirinya dengan problem kemanusiaan kontemporer. Maksudnya, teologi pluralis haruslah mempunyai tujuan spesifik untuk membebaskan kesengsaraan dan penderitaan umat. Hal tersebut bisa dilakukan, jika para agamawan dan umat beragama mengembangkan - meminjam istilah Erich Fromm - keberagamaan yang humanistik. Artinya, mereka senantiasa peduli, peka, dan mempunyai komitmen terhadap penderitaan yang terjadi di sekelilingnya. Kepedulian dan kepekaan ini, menurut Paulo Freire, akan terwujud jika mereka memiliki kesadaran kritis dalam melihat setiap kejadian dan permasalahan.Bila teologi pluralis itu tidak dikembangkan dan dikawinkan dengan tujuan pembebasan kemanusiaan, maka ia akan sekadar menjadi obyek ilmu pengetahuan yang abstrak dan menggantung di langit; hanya menjadi obyek ilmu pengetahuan yang tidak mempunyai dimensi praksis. Padahal, paradigma ilmu sosial tradisional yang obyektif dari ideologi telah dirubuhkan oleh paradigma ilmu sosial kritis yang membebaskan.[9] Maka, teologi pluralis sudah selayaknya mempunyai dimensi pembebasan dan tujuan ideologi untuk kepentingan sosial yang mencerahkan.
Sebab, jika tidak dilakukan, teologi itu justru bisa dimanfaatkan oleh sekelompok agamawan guna melanggengkan status quo kekuasaan dan pemberangusan kritisisme masyarakat seperti yang terjadi menimpa umat Islam sekarang dimana hanya tunduk pada titah sang Kyai yang hanya mendasarkan agama secara tekstual tradisional, sehingga santrinya didorong dipaksa bersikap taklid terhadap keyakinan baik secara teologis maupun dalam tataran praksis.Akhirnya, keberagamaan pluralis adalah sebuah agenda pekerjaan mendesak yang membentang di hadapan kita. Mengingat, banyak problem-problem ekonomi, politik, sosial, keamanan, dan kemanusiaan lainnya yang tidak lekas terselesaikan akibat ketidakseriusan sebagian orang. Maka, kaum agamawan dan umat beragama hendaknya memelopori sebuah praksis sosial yang berwujud pada kesadaran kritis dan keterlibatan pada upaya demokratisasi dan pengentasan krisis terutama krisis berfikir. Apa yang kita harapkan adalah munculnya pandangan-pandangan keagamaan yang lebih progresif, inklusif, dan kesaling pengertian antar agama, yang telah menjadi obsesi cultural maupun teologis kita di Indonesia.


E. Sumber Eksklusivism
[10]
Sumber eksklusivisme agama itu sendiri sebenarnya bisa dilihat dari rumusan yang dianggap suci dari beberapa agama. Sebagai contoh seperti dalam Katolik Roma sebelum Konsili Vatikan II, yaitu "Extra Ecclesian nulla sakus" yang menyatakan bahwa tidak ada keselamatan di luar gereja.[11] Atau dengan kata lain, tidak ada keselamatan di luar penganut Kristen, kecuali ia mengikuti kekristenan itu sendiri. Dalam agama Yahudi, konsep "bangsa terpilih" (people chosen), seperti disebut dalam Kitab Eksodus (Keluaran) 19:5-6 dan Deutoronomi 10:14-15, membawa pengertian bahwa bangsa/umat manusia lain selain Yahudi adalah makhluk yang rendah, tidak dijanjikan keselamatan oleh Tuhan. Implikasinya adalah Tuhan agama Yahudi akan jatuh dalam bentuk rasisme.[12]

Dalam Islam sendiri, konsep eksklusivisme agama sering dilihat dari penafsiran ayat Qur'an yang menyatakan bahwa sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah agama Islam,
[13] atau kalimat "Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi".[14] Bahkan rumusan ayat lainnya menyatakan "…Janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam".[15] Rumusan kalimat teks Qur'an itu sering membawa implikasi buruk ketika ditafsirkan secara naif untuk menghadapi kelompok agama/umat lainnya saat kepentingan-kepentingan bersifat imanen (ekonomi, politik, atau status sosial) terancam. Atau di antara sesama Muslim sendiri, ada penjustifikasian teks-teks Qur'an bahwa kelompok yang berbeda dapat dianggap "kafir" lantaran tidak sejalan dengan garis pemahaman keagamaan kelompoknya.

Klaim-klaim kebenaran atas teks suci agama itu, pada gilirannya membawa kepada dislokasi nilai agama kepada semangat otoritarianisme keagamaan yang menindas atau memaksakan kehendak kepada kelompok agama lain. Misi agama yang ingin menyelamatkan umat manusia dari kenistaan, justru dengan model klaim kebenaran semacam itu membawa umat manusia kepada sikap saling menghancurkan sesama manusia untuk berperang atas nama agama atau bahkan atas nama Tuhan (keselamatan) itu sendiri. Dalam aras yang lebih luas, sikap otoritarianisme keagamaan yang demikian itu nampak dalam sikap anti-dialog, isolasionis, dan antagonis baik kepada umat agama lain maupun terhadap sesama umat agamanya dari kelompok (mazhab) yang berbeda.
[16]

F. 'Aqidah Keberagamaan Sesama Muslim dan Antar Agama
Sebagai salah satu dasar kebebasan beragama, adalah sebuah arti ayat al-Qur'an, yang dipaparkan sebagai berikut:
"Tidak ada paksaan untuk (mamasuki) agama (Islam).
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah."
[17] Sebab nuzul (historis turunnya) ayat tersebut diriwayatkan, ada seorang sahabat dari kaum Ansar yang bernama Hasin telah masuk Islam, dia mempunyai dua orang anak yang keduanya beragama Nasrani dan tidak mau beragama kecuali Nasrani. Hasin mengadukan dan minta izin kepada Nabi Muhammad untuk memaksa kedua anak tersebut masuk Islam, maka diturunkan ayat tersebut sebagai jawaban atas kasus di atas.[18]

Dalam konteks hubungan antar umat beragama diperlukan adanya toleransi beragama sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an:
"Katakanlah wahai ahl al-kitab!. Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan lainnya, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah."
[19]

Menurut Quraish Shihab,
[20] ayat tersebut menjadi dasar untuk hidup berdampingan di antara berbagai pengikut agama, sehingga mereka dapat menerapkan apa yang mereka yakini sebagai kebenaran dan kebaikan tanpa memaksakan pendapat terhadap orang lain, dan dalam waktu yang sama tanpa mengabaikan kepercayaannya yang mutlak itu. Memang toleransi beragama adalah dalam konteks sosiologis bukan teologis.[21]

Berbicara tentang konteks sosiologis, Konsep toleransi beragama Nabi dapat dilihat dalam peristiwa ketika kaum Kristen Nasrani berkunjung ke Madinah. Nabi mengizinkan mereka berdoa di tempat kediaman Nabi.
[22] Dalam suatu peristiwa lain, Nabi pernah bersabda yang artinya, "berhati-hatilah barang siapa berlaku kejam dan kasar terhadap orang-orang ini (kafir), membasmi hak-hak mereka, membebani sesuatu di luar kemampuannya, atau membuat suatu perbuatan yang dapat mengurangi kebebasan mereka, maka aku sendiri yang akan mengadukan kepada Allah pada hari kiamat.[23]

Di muka telah dikemukakan bahwa Islam memiliki eksklusivisme tersendiri, yang dianggap sebagai ciri identitas di antara agama-agama (keimanan) lainnya. Jika dicermati, teks Islam seperti dalam Qur'an itu sendiri mengakui keberadaan agama-agama lain di luar Islam. Pengakuan eksistensi agama-agama lain dalam Islam merupakan prinsip toleransi Islam terhadap pluralitas agama. Prinsip toleransi Islam itu dapat dilihat yang secara eksplisit dalam Firman Allah:
"Dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?"
[24]

Dari rumusan (terjemahan) ayat Qur'an itu nampak sekali bahwa dalam ajaran Islam, perbedaan keyakinan itu adalah kehendak Allah. Pada gilirannya, seseorang tidak punya hak untuk menghakimi benar-salah keyakinan seseorang, kecuali diserahkan semuanya kepada Allah semata. Karena Allah sajalah yang berhak memberikan hidayah dan jalanNya kepada siapaun.
[25]

Islam juga mengajarkan sikap saling menghormati antara berbagai komunitas manusia beriman.
[26] Dalam kehidupan sosial, sikap ini ditunjukkan dengan sikap saling menolong/bekerja sama tanpa diskriminasi keyakinan dan perilaku yang salah.Di samping itu, Islam pun mengajarkan keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam dalam diri manusia, sehingga kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah (sunnatullah) dari prinsip tersebut. Keseluruhan ajaran Islam mengenai pluralitas agama itulah yang oleh Roy P.Mottahedeh dianggap sebagai prinsip "teologi toleransi" dalam Islam.[27]

G. Keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dengan toleransi.
Toleransi ada dua macam:
1.Toleransi intern umat Islam.
Tolerasi ini yang biasa kita sebut (untuk kami amalan kami dan untuk kalian amalan kalian). Misalnya; Ada yang shalat shubuh dengan membaca qunut dan ada yang tidak. Semua itu adalah alternatif. Dulu, para pemimpin Muhammadiyah dan NU itu tidak meributkan masalah qunut karena sama-sama ngerti, misalnya pada zaman Pak Idham dan Pak Buya Hamka.
[28]

Ini adalah tasamuh (toleransi) di antara muslimin. selama tidak ada inhiraf (keluar dari batas syari'at). Tasamuh bisa diartikan mau memegangi pendapat sendiri, akan tetapi mau mengerti pendapat saudaranya sesama muslim. Jadi, jangan memonopoli kebenaran, kecuali yang bersifat qath'iy. Kalau masih bersifat dzanny, yaitu sesuatu yang termasuk daerah pemikiran dan daerah ijtihad, maka harus ada keseimbangan di antara ilmu dan toleransi.
2. Toleransi umat Islam dengan Non muslim.
Kenapa harus ada toleransi terhadap non muslim?, karena di dalam Islam itu kalau diibaratkan rumah, di sana ada teras yang bisa dipakai untuk mengerti non-muslim. Mengerti bukan berarti setuju. Kalaupun kita memaksa umat Kristen untuk masuk Islam, itu sia-sia saja, karena Islamnya tidak sah. Firman Allah SWT:

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui."
[29]

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."
[30]
Yang bisa kita lakukan adalah berdakwah kepada mereka sebisa-bisanya. Adapun mereka mau menerima atau tidak, semua itu adalah urusan Allah SWT.

KESIMPULAN
1. Islam: agama persamaan.
Inti dari ajaran Islam adalah tauhid, dimana seluruh manusia adalah ciptaan Tuhan yang Esa, sehingga seluruh manusia dimuliakan dan berkedudukan sama, tanpa membedakan warna kulit, kelas sosial, suku bangsa, dan ras.
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam…"(17:70)
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (49:13)
Maka sikap yang relevan dengan hal ini adalah semangat memperbaharui keimanan dan aqidah kita, dengan sikap ini kita tidak akan mendiskriminasikan pemeluk agama lain, dan memberikan keleluasaan kepada pemeluk agama lain untuk mengimplementasikan ajarannya masing-masing.
2. Islam memandang suci kehidupan manusia.
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya… (5:32)

Maka kita harus mengembangkan semangat persaudaraan, karena pada hakekatnya sesama kita adalah saudara, walaupun berbeda suku, ras, maupun agama.
3. Keadilan dan Persamaan Hukum.
Islam mengajarkan umatnya untuk menyelesaikan semua persoalan dengan adil, apapun konsekuensinya. Dimata hukum dan keadilan tidak ada perbedaan antara Muslim dan non-Muslim.

"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (5:8)
Semangat keadilan, karena setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum
4. Tidak ada paksaan dalam beragama.
Islam menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama dan orang yang berbeda agama dilarang untuk dipaksa masuk Islam. Tajamnya pedang Islam hanyalah untuk para aggressor, mereka yang ingin menghancurkan Islam dan Muslim, dan mereka yang membuat kerusakan di bumi.
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (2:256)
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (2:190)
Semangat toleransi dan menghargai keyakinan agama lain, sikap tegas ketika berhadapan dengan orang-orang yang memerangi dan membuat fitnah dengan tujuan menegakan keadilan dan kehormatan agama.


DAFTAR PUSTAKA

Amin Suma, Muhammad Pluralitas Agama Menurut al-Qur'an: Telaah Aqidah dan Syari'ah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001

Hasan al-Hamasi, Muhammad, Qur'an Karim Tafsir wa Bayan, Dimasyq: Dar ar-Rasyd, tt.

http://.multiply.com/journal/item/8

http://www.alt.culture.indonesia.com

http://nomind.3.forumer.com/a/post24.html

http://nomind.3.forumer.com/a/post24.html

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1992.

http://www.mils.fpk google.file
http://mylazuardi.multiply.com/journal/item/8

Mottahedeh, Rpy P., Akar Islam bagi Teologi Toleransi, dalam Abdullahi Ahmed An-Naim, et.al., Dekonstruksi Syari'ah (II), terjemahan Islamic Law Reform and Human Rights, Chalenge and Rejoinders oleh Farid Wajidi, Yogyakarta: Lkis, 1996.

Nasution., dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.



[1] Ada sejumlah istilah yang dipakai untuk menyebut "agama". Di samping kata agama itu
sendiri, dipakai juga istilah religi dan ad-din. Namun istilah yang populer dalam bahasa Indonesia adalah "agama" daripada religi dan ad-din. Muhammad Amin Suma, Pluralitas Agama Menurut al-Qur'an: Telaah Aqidah dan Syari'ah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 9. Kata agama adalah kata sansekerta, yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Siwa. Salah satu akar kata yang menerangkan kata tersebut adalah dari gam, yang mendapat awalan a dan akhiran a, sehingga menjadi a-gam-a. Dalam bahasa Belanda dan Ingris ditemukan kata-kata ga/gaan (Belanda) dan go (Inggris) yang mempunyai arti sama dengan gam, yaitu pergi. Setelah mendapat awalan dan akhiran a, maka pengertiannya berubah menjadi jalan. Harun Nasution., dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm. 63.
[2] http://.multiply.com/journal/item/8 diakses tanggal 13 Mei 2008
[3] Lubis, lihat http://www.alt.culture.indonesia.com diakses tanggal 13 Mei 2008
[4] Saeful Anwar, Teologi Keberagamaan Pluralisme liberatif, artikel, lihat http://www.Pluralisme.faithfreedom.org.htm diakses tanggal 13 Mei 2008.
[5] Ibid.

[6] Ibid.
[7] Rachman, Pluralisme dan Masalah Teologi Agama-agama, 1999
[8] Ibid.
[9] Osman, Fathi. Islam, Pluralisme dan Toleransi keagamaan. Dalam pandangan al-Qur’an, lihat http://www.osdir.htm.com diakses tanggal 13 Mei 2008
[10] Eksklusivisme adalah Paham yang dianut oleh kelompok atau golongan masyarakat tertentu dengan kecenderungan memisahkan diri dari golongan masyarakat yang lain. Tim Pena Prima, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), hlm. 104.
[11] Lihat http://nomind.3.forumer.com/a/post24.html diakses tanggal 13 Mei 2008
[12] Ibid.,
[13] Q.S. Ali Imran, 3: 19.
[14] Q.S. Ali Imran, 3: 185.
[15] Q.S. Ali Imran, 3: 102.
[16] Lihat http://nomind.3.forumer.com/a/post24.html diakses tanggal 13 Mei 2008

[17] Al-Baqarah (2) : 256.
[18] Muhammad Hasan al-Hamasi, Qur'an Karim Tafsir wa Bayan (Dimasyq: Dar ar-Rasyd, tt.), hlm. 83.
[19] Ali Imran (3) : 64.
[20] Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 221.
[21] Ibid.
[22] Dikutip oleh Barmawi Mukri, "HAM dan Kebebasan Beragama dalam Islam", lihat http://www.mils.fpk google.file diakses tanggal 13 Mei 2008
[23] Ibid.
[24] Q.S. Yunus, 10:99.
[25] Q.S. An-Nahl, 16: 125.
[26] Q.S. Al-An'am, 6: 108.
[27] Mottahedeh, Rpy P., Akar Islam bagi Teologi Toleransi, dalam Abdullahi Ahmed An-Naim, et.al., Dekonstruksi Syari'ah (II), terjemahan Islamic Law Reform and Human Rights, Chalenge and Rejoinders oleh Farid Wajidi, (Yogyakarta: Lkis, 1996).hlm. 27-39
[28] Lihat http://mylazuardi.multiply.com/journal/item/8


[29] Q.S. Al-Baqarah, 2: 256
[30] Q.S. Al-Qashshash, 28: 56

Rabu, 28 Mei 2008

Keefektifan MGMP PAI Dalam Meningkatkan Profesinalisme Guru PAI Kabupaten Cianjur

KEEFEKTIFAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) PAI SMP TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PAI KABUPATEN CIANJUR

A. Latar Belakang Masalah
Tuntutan akan sumber daya manusia unggul yang memiliki kompetensi yang tinggi merupakan kebutuhan mendesak dalam menyelesaikan berbagai krisis yang terjadi di Indonesia dalam segala aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Reformasi dalam bidang pendidikan akan melibatkan semua komponen pendukungnya, baik siswa, sekolah, manajemen pengelolanya maupun gurunya untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia secara optimal.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan, proses, perubahan dan cara mendidik.
[1]
John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
[2]
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) no. 20 tahun 2003, dinyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[3]
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah masih rendahnya mutu guru. Seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 18 tahun 2007 tentang seritifikasi bagi guru dalam jabatan, setiap guru dituntut meningkatkan profesionalisme guru. Dengan kata lain, setiap guru harus meningkatkan kompetensinya sebagai seorang guru, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial maupun profesional. Dengan kompetensi ini guru diharapkan dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik serta mampu mengembangkan profesinya.
Untuk menjawab tantangan rendahnya mutu pendidikan, aneka upaya peningkatan profesionalisme guru perlu dilakukan. Tilaar mengemukakan bahwa profesi guru bukanlah merupakan profesi yang sudah jadi. Guru perlu secara terus menerus mengubah diri karena pengalaman mendidik bukan merupakan pengalaman rutin. Guru merupakan pelaku dalam tindakan pedagogis, karena pedagogis dalam kehidupan terus menerus berubah, profesionalisme guru akan terus berubah.
[4]
Agenda utama yang perlu diprogramkan guna peningkatan mutu pendidikan di tingkat SMP adalah perubahan pada proses pembelajaran di kelas. Perubahan tersebut sulit terwujud tanpa adanya peningkatan profesionalisme guru, karena guru memegang peran paling dominan dalam proses pendidikan. Semakin tinggi profesionalisme guru diduga akan semakin tinggi mutu pembelajaran.
Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa sebagai tenaga profesional, guru bertugas merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, menila hasil pembelajaran, serta melakukan bimbingan dan pelatihan.
Salah satu upaya yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan untuk mengembangkan tugas profesi tersebut adalah pembentukan gugus sekolah. Pada prinsipnya gugus sekolah adalah wadah sekelompok guru bidang tertentu dari wilayah tertentu, misalnya tingkat kabupaten/kota sebagai tempat membicarakan dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi bersama. Misalnya guru-guru PAI membentuk kelompok guru PAI. Selanjutnya anggota kelompok tadi diharapkan mampu melakukan pembinaan profesional di sekolah masing-masing. Di SD gugus sekolah ini dikenal dengan istilah Kelompok Kerja Guru (KKG), di SMP/SMA dengan istilah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan di SMK dengan istilah Musyawarah Guru Mata Diklat (MGMD).
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) adalah wadah untuk pertemuan para guru mata pelajaran sekolah, lembaga ini bersifat nonstruktural namun memiliki struktur yang berjenjang, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai sekolah. Pengurus MGMP terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota, dipilih secara musyawarah, dan diperkuat dengan Surat Keputusan Pejabat Depdiknas (Dinas Pendidikan) di provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan dengan masa bakti dua tahun.
[5]
Peningkatan profesionalisme guru juga terus diupayakan sebagai akibat adanya perubahan paradigma dalam proses pembelajaran dari mengajar (teaching) menjadi belajar (learning) dan dari teacher centered menjadi student centered. Pembelajaran yang didominasi oleh kegiatan mengajar dengan peran gurumendominasi proses pembelajaran ternyata tidak efektif sebagai upaya peningkatan mutu.[6]
MGMP merupakan jaringan komunikasi profesi yang dapat dimanfaatkan untuk guru dalam mengembangkan profesinya. Melalui MGMP para guru dapat meningkatkan profesionalismenya dengan berdiskusi dan mempraktekan penyusunan program tahunan (prota), program semester (promes), analisis materi pelajaran, program satuan pengajaran, metode pembelajaran, alat evaluasi, bahan ajar, pembuatan dan pemanfaatan media pengajaran juga dapat dikaji dalam forum ini, berbagai masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran juga dapat ditangani melalui forum ini.
MGMP sebagai tempat untuk meningkatkan profesionalisme guru, perlu dikelola oleh pengurus yang profesional. Pengurus profesional adalah pengurus yang mengetahui dan mempraktekan prinsip-prinsip manajemen. Dalam lingkup MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur, pengurusnya harusmampu berperan sebagai perencana kegiatan, pengorganisasi kegiatan, pemimpin kegiatan dan pengendali kegiatan. MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur dibentuk oleh para guru pendidikan Agama Islam yang bertugas di lembaga pendidikan tingkat menengah atas, baik negeri maupun swasta pada tahun 1993. Lembaga tersebut berada di bawah naungan Dinas Pendidikan, Departemen Agama, dan Yayasan-yayasan sekolah. Yayat Dimyati
[7] menyatakan bahwa Pembentukan organisasi ini didasarkan atas kebutuhan profesionalisme para guru Agama Islam dalam memberikan pembelajaran di hadapan para siswa. Selain itu juga karena peranan guru agama di masyarakat yang dianggap sebagai tokoh agama. Melalui forum ini para guru yang tergabung di dalamnya biasanya mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali. lebih lanjut menurut Arti[8] bahwa MGMP PAI di Kabupaten Cianjur telah mempunyai payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang "Gerbang Marhamah" yang mulai diberlakukan pada tahun 2003. Sehingga Pemerintah Daerah sudah seharusnya ikut andil dalam memajukan dan mengembangan organisasi MGMP ini.
Para guru dapat mengatasi kesenjangan antar SMP dalam perencanaan program pembelajaran, pelaksanaan program pembelajaran, penyusunan alat evaluasi, pelaksanaan evaluasi, analisis hasil evaluasi, serta perencanaan dan pelaksanaan program remidi dan pengayaan dalam forum MGMP. Tanpa melalui MGMP segala bentuk program pembelajaran diduga akan bervariasi dan terjadi kesenjangan.
Tujuan MGMP akan tercapai jika dilaksanakan sesuai dengan program penyelenggaraan dalam penyelenggaraan MGMP seluruh Indonesia. Disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan MGMP bertujuan untuk:
1. Menumbuhkan kegairahan guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar.
2. Meratakan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan legiatan belajar mengajar sehingga dapat menunjang usaha peningkata pemerataan mutu pendidikan.
3. Menampung segala permasalahan yang dialami oleh guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan mencari cara penyelesaiannya yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, guru, sekolah, dan lingkungannya.
4. Membantu guru dalam upaya memenuh kebutuhannya yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar.
5. Membantu guru memperoleh informasi teknis edukatif yang berkaitan dengan kegiatan kebijakan pengembangan kurikulum dengan mutu pelajaran yang bersangkutan.
6. Sebagai tukar informasi dan saling tukar pengalaman dalam rangka mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan teknik mengajar.
[9]

Permasalahan keefektifan MGMP dalam meningkatkan profesionalisme guru PAI SMP sangat komplek. Dalam penelitian ini permasalahan akan dibatasi pada dua hal pokok yatiu permasalahan manajemen MGMP PAI SMP Cianjur dan permasalahan peningkatan proesionalisme guru PAI SMP Cianjur.
Kajian terhadap permasalahan manajemen mencangkup fungsi-fungsi manajemen MGMP sebagai perencana, pengorganisasi, pelaksana, dan pengendali dalam pelatihan MGMP. Kajan terhadap profesionalisme guru mencakup kajian terhadap peningkatan profesionalisme dalam hal penguasaan bahan, pengelolaan program belajar mengajar, pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber pembelajaran, penguasaan landasan-landasan pendidikan, pengelolaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi siswa, serta pemahaman prinsip-prinsip pengajaran.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang KEEFEKTIFAN MGMP PAI SMP TERADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PAI KABUPATEN CIANJUR.

B. Rumusan Masalah
Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah bahwa kajian terhadap keefektifan MGMP PAI SMP Kabupaten Ciajur terhadap peningkatan profesionalisme guru akan lebih difokuskan pada masalah manajemen MGMP dalam meningkatkan proesionalisme guru oleh MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur, oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana manajemen MGMP SMP Kabupaten Cianjur guna peningkatan profesionalisme guru?
2. Bagaimana peningkatan profesionalisme guru PAI SMP Kabupaten Cianjur melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh MGMP PAI?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ini adalah:
a. Untuk mendeskruipsikan manajemen MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur
b. Untuk mendeskripsikan peningkatan profesionalisme guru PAI SMP Kabupaten Cianjur melalui kegiatan yang diselenggaran oleh MGMP PAI?

2. Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Hasil penelitian ini bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjurdaharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan tentang program peningkatan profesionalisme guru PAI.
b. Hasil penelitian ini bagi pemerintah Kabupaten Cianjur, diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengambilan kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah Kabupaten Cianjur sesuai semangat otonomi daerah wajib mencari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayahnya, termasuk upaya peningkatan profesionalisme guru PAI.
c. Hasil penelitian ini bagi pengurus MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur, diharapkan dapat memberikan masukan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan manajemen MGMP.
d. Hasil penelitian ini bagi guru PAI, diaharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya meningkatkan profesionalisme diri melalui forum MGMP.

D. Kajian Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai peranan MGMP dalam meningkatkan profesional guru dalam konteks profesionalisme guru PAI SMP Kab. Cianjur Jawa Barat belum ada yang meneliti, namun ada beberapa penelitian yang membahas program MGMP pada bidang studi lain, diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan Oma Sutiana, M.Pd..
[10] yang berjudul " Musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) sebagai lembaga pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah : studi terhadap peranan MGMP IPS-Sejarah SLTP di Kabupaten Bandung dalam upaya peningkatan kemampuan profesionalisme guru ". Dasar pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini ialah peningkatan mutu proses dan hasil pendidikan dihadapkan pada tuntutan kualitas layanan guru dalam proses pembelajaran. Lembaga MGMP merupakan suatu wadah dan sebagai tempat yang disediakan bagi para guru mata pelajaran sejenis untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi mereka dalam upaya peningkatan kualitas profesionalnya. Permasalahannya adalah seberapa besar kontribusi kegiatan MGMP terhadap peningkatan kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan survey explanatory dengan pendekatan kuantitatif. Adapun hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan kegiatan MGMP IPS-Sejarah SLTP di kabupaten Bandung telah dilaksanakan dengan kriteria baik dilihat dari pengelolaannya maupun dari segi kesesuaian antara materi pembahasan dengan kebutuhan guru di lapangan, berdasarkan perhitungan WMS diperoleh nilai kecenderungan rata-rata sebesar 3,28. Kemampuan guru peserta MGMP IPS sejarah dalam melaksnakan pembelajarn menunjukkan kriteria yang dianggap baik berdasarkan hasil dari angket yang disebar kepada para guru peserta MGMP, dari hasil perhitungan WMS diperoleh angka rata-rata sebesar 3,91. Kontribusi kegiatan MGMP terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah diperoleh angka sebesar 0,33, berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan walaupun berada dalam kategori rendah. Berdasarkan perhitungan koefisien determinannya diperoleh angka sebesar 10,61%, hal ini berarti kegiatan MGMP memberikan kontribusi terhadap kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pembelajaran hanya sekitar 10,61% sedangkan selebihnya sekitar 89,39% dipengaruhi oleh faktor lain.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Encang
[11] yang berjudul " Peranan MGMP dalam meningkatkan kualitas inovasi pendidikan : kasus MGMP PPKn Jenjang SMU di Kota Bandung Barat". Penelitian ini Fokus penelitiannya adalah bagaimana meningkatkan peran MGMP yang pada awalnya bertujuan untuk tukar informasi atau berbagi pengalaman memecahkan masalah yang ada kaitannya dengan KBM melalui proses inovasi pendidikan oleh guru, dan jenis-jenis inovasi apa yang mungkin dan sudah dilaksanakan?. Adapun yang dibahas dengan fokus penelitian meliputi : (1) profil kinerja manajemen MGMP dalam upaya meningkatkan inovasi pendidikan, (2) meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran, (3) mengefektifkan fasilitas pendidikan dalam meningkatkan kegiatan belajar mengajar (KMB). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data yang ada untuk memperoleh makna yang mendalam. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa tujuan dari penyelenggara kegiatan MGMP PPKn di kota Bandung Barat belum tercapai sepenuhnya. Dalam kesiapan administrasi guru sekalipun hasil pengembangan program sudah ada penyederhanaan, namun kenyataan guru PPKn di lapangan masih ada yang belum melengkapi administrasi kesiapan untuk mengajar. Dalam pengembangan materi pelajaran mestinya menggunakan multi sumber buku paket atau buku yang dikembangkan oleh penerbit swasta. Dalam meningkatkan strategi kegiatan belajar mengajar (KMB) masih ada guru di lapangan yang menggunakan satu metode dan media, mestinya menggunakan multi metoda dan media. Dalam melaksanakan evaluasi masih ada guru yang tidak menggunakan prosedur evaluasi. Masih ada guru yang tidak melaksanakan remedial teaching dan remedial test.

E. Kerangka Teori
1. Rumusan Istilah
a. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sebagai Organisasi
MGMP merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pengembangan sumber daya manusia. Keefektifan organisasi MGMP ini dapat dikaji dari indikator-indikator keefektifan organisasi, artinya keefektifan MGMP sebagai organisasi bisa dipengaruhi oleh faktor struktur organisasi, kemampuan dan karakteristik pengurus, lingkungan, serta praktik dan kebijakan manajemen.
Praktik dan kebijakan manajemen MGMP merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi keefektifan MGMP. Sebab praktik dan kebijakan manajemen MGMP memiliki cakupan yang lebih luas daripada faktor-faktor lain yang mempengaruhi keefektifan MGMP. Dalam hal praktik dan kebijakan manajemen, Robbins menyatakan bahwa semua manajer menjalankan empat fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian.
[12]
Fungsi perencanaan mancakup kegiatan penetapan tujuan, penetapan strategi untuk mencapai tujuan, dan pengembangan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.fungsi pemgorganisasian mencakup kegiatan menetapkan tugas-tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus malakukan, bagaimana tugas itu dikelompokan, siapa melapor kepada siapa, dan bagaimana keputusan itu diambil. Funhsi kepemimpinan mencakup aktivitas memotivasi bawahan, mengarahkan kegiatan orang lain, menentukan saluran-saluran komunikasi yang paling efektif dan memecahkan konflik antar anggota. Fungsi pengendalian mancakup aktivitas memantau kinerja organisasi untuk memastikan bahwa semua urusan berjalan seperti seharusnya, membandingkan kinerja yang sebenarnya dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan mengembalikan organisasi pada jalurnya jika terjadi penyimpangan.
Fungsi MGMP dapat pula dikaji dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen MGMP. Terry mengemukakan bahwa management is distinct process concisting of flanning, organizing, actuating, and controling, performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources.
[13] Pengertian manajemen tersebut mengindikasikan pentingnya pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi yang mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pemantauan.
Parjudi Admosudirjo mendefinisikan planing, organizing, actuating, dan controling. Planning atau perencanaan adalah perhitungan dan penentuan dari apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai suatu prapta (objective) tertentu, di mana, bilamana, oleh siapa, dan bagaimana tata caranya. Organizing adalah tindak tanduk untuk menyambut pelaksanaan rencana yang telah diputuskan untuk dilaksanakan. Actuating adalah aktivitas-aktivitas utama sehari-hari yang berupa kegiatan-kegiatan beraneka ragam. Actuating diajalankan setelah adanya perencanaan dan pengorganisasian. Controlling atau pengawasan adalah keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria-kriteria, norma-norma, standard, atau rencana-rencana yang telah ditetapkan.

b. Peningkatan Profesionalisme Guru Melalaui MGMP
Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan guru sebagai profesi.
[14] Seseorang yang bekerja dengan dilandasi pendidikan keahlian dikategorikan sebagai pekerja profesional. Guru yang profesional adalah guru yang bekerja dengan dilandasi pendidikan dan keahlian. Schein sebagaimana dikutip Pidarta menyebutkan ciri-ciri pekerja profesional adalah orang yang bekerja sepenuhnya dalam jam kerja, pilihan pekerjaannya didasarkan pada motivasi yang kuat, memiliki seperangkat pengetahuan, ilmu, dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama, membuat keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien,menjadi anggota organisasi profesi, memiliki kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper dalam spesialisasinya, serta keahlian itu tidak boleh diadvetensikan untuk mencari klien.[15]
Samana menyimpulkan bahwa jabatan guru tergolong jabatan profesional karena memenuhi beberapa syarat. 1) Guru secara nyata (de facto) dituntut berkecakapan kerja (berkeahlian) sesuai tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis jabatannya (cenderung ke spesialisasi). 2) Kecakapan atau keahlian guru bukan sekadar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi tetapi perlu didasari oleh wawasan keilmuan yang mantap yaitu melalui pendidikan prajabatan yang terprogram secara relevan serta berbobot, terselenggara secara efektif dan efisien, serta tolok ukur evaluatifnya terstandard. 3) Guru dituntut berwawasan sosial yang luas, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, dan bermotivasi serta berusaha untuk berkarya sebaik-baknya. 4) Guru mendapat pengesahan dari masyarakat atau negaranya.[16]
Upaya menciptakan suasana sekolah yang kondusifbagi guru untuk belajar bersama dengan sesama guru mengindikasikan pentingnya peningkatan profesionalisme guru melalui MGMP. Peningkatan profesionalisme guru tersebut dapat dikaji melalui proses pelatihan yang diselenggarakan oleh pengurus MGMP. Lynton dan Pareek memisahkan proses pelatihan bagi organisasi peserta dalam tiga tahap yaitu pra pelatihan, proses pelatihan, dan pasca pelatihan. Perhatian organisasi pada tahap pra pelatihan terletak pada empat bidang yaitu 1) menjelaskan sasaran pelatihan secara cermat dan tujuan yang diharapkan oleh organisasi dari peserta setelah pelatihan, 2) menyeleksi peserta yang cocok, 3) mengembangkan harapan dan motivasi yang menguntungkan pada peserta sebelum meeka melalui pelatihan, dan 4) merencanakan perubahan-perubahan dalam organisasi sehubungan dengan perbaikan yang diproyeksikan dalam penunaian tugas.[17]
Depdiknas merumuskan lima tujuan penyelenggaraan MGMP. Pertama, MGMP bertujuan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyususnan bahan-bahan pembelajaran, strategi/metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, dan memanfaatkan sumber belajar. Kedua, MGMP bertujuan mengembangkan mutu profesionalisme guru sebagai pilar utama dalam manajemen kelas sehingga guru bangga terhadap profesinya. Ketiga, MGMP bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif sehingga dapat menguasai materi pembelajaran dengan tuntas (mastery learning). Keempat, MGMP bertujuan menumbuhkembangkan budaya mutu melalui berbagai macam cara seperti diskusi, seminar, simposium, dan kegiatan keilmuan lain. Kelima, MGMP bertujuan ntuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning). Tahap kedua, pelatihan, berisi pengalaman guru bagi peserta. Selama peserta dalam proses mendapatkan pengalaman baru, organisasi tidak mungkin hanya menaruh perhatian pada hasil akhir pelatihan melainkan perlu menghilangkan kecemasan dan megkomunikasikan perhatiannya kepada peserta selama mengikuti pelatihan.pada tahap ketiga, pasca pelatihan, peserta didorong untuk menggunakan hal-hal bermanfaat yang telah dipelajarinya, membicarakan pengalaman pelatihan dengan koleganya, serta mengadakan perubahan denagn menggunakan hasil pelatihannya.[18]
Keefektifan MGMP sebagai salah satu faktor eksternal, dimungkinkan dapat meningkatkan profesionalisme guru. Peningkatan tersebut dapat dikaji dari ruang lingkup dan prinsip kerja MGMP, peran dan kolaborasi MGMP, fungsi MGMP dalam konteks manajemen sekolah, danmateri MGMP. Secara khusus, peningkatan profesionalisme tersebut dapat pula dikaji dalam agenda atau program MGMP.

F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian kualitatif dipandang cocok untuk mengkaji permasalahan-permasalahan manajemen MGMP dan peningkatan profesionalisme guru. Dengan penelitian kualitatif, peneliti dapat memperoleh gambaran yang luas dan mendalam tentang fenomena-fenomena dan kenyataan-kenyataan yang relevan dengan objek penelitian. Data yang diperoleh peneliti lebih banyak bersifat deskriptif yang lebih banyak berupa kata-kata atau gambar daripada angka-angka.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah pengurus dan peserta pelatihan MGMP. Pengurus dan peserta pelatihan adalah anggota kelompok MGMP yang paling tahu tentang manajemen MGMP dan paling tahu tentang aktivitas-aktivitas dalam pelatihan yang dapat meningkatkan profesionalisme guru, dan sebagai key informan adalah ketua satu, is diharapkan paham terhadap aktivitas MGMP dari tahap pra pelatihan, proses pelatian, dan pasca pelatihan. Peneliti memasuki lapangan penelitian melalui key informan tersebut. Ketua satu merupakan orang yang diharapkan paling banyak memberi keterangan, atau orang yang menjadi sumber data dalam penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, peneliti merupakan instrumen penelitian yang utama.
[19] Interaksi antara peneliti dengan informan diharapkan akan memperoleh informasi yang mampu mengungkap permasalahan di lapangan secara lengkap dan tuntas. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Teknik Interview
Tenik interview adalah teknik atau metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dilaksanakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan.
[20] Jenis interview yang penulis gunakan di sini adalah interview bebas terpimpin, maksudnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sudah disiapkan terlebih dahulu. Teknik ini penulis gunakan untuk mengetahui secara mendalam persoalan-persoalan manajemen MGMP dan peningkatan profesionalisme guru PAI SMP.
b. Observasi
Teknik obsevasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.
[21] Peneliti mengobservasi objek-objek penelitian dengan menggunakan catatan-catatan lapangan, data-data tersebut dapat berupa data pelaksanaan manajemen ataupun data tentang peningkatan profesionalisme guru PAI SMP Kabupaten Cianjur.
Data yang sesuai dengan objek penelitian dapat diperoleh dalam masa pra pelatihan, proses pelatihan, dan pasca pelatihan. Data tersebut dapat berupa data pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen MGMP sebagai perencana, pengorganisasi, pemimpin, dan pengendali pelatihan yang diselenggarakan oleh MGMP. Data hasil observasi juga dapat berupa data tentang peningkatan profesionalisme guru PAI SMP Kabupaten Cianjur.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk menggali data yang tidak dapat diperoleh melalui wawancara dan observasi, karena dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
[22] Teknik dokumentasi ini lebih diarahkan untuk mendata admiistrasi pelatihan dan produk-prodek yang dihasilkan dari pelatihan MGMP. Administrasi pelatihan MGMP lebih ditekankan terhadap konsep-konsep dalam pra pelatihan MGMP. Produk-produk yang didokumentasi lebih difokuskan pada produk yang mengindikasikan peningkatan profesionalisme guru PAI.

5. Teknik Analisis Data
Patton sebagaimana dikutip Lexi J. Moleong mendefinisikan analisis data sebagai suatu proses mengatur uruan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
[23] Pelaksanaan analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui kegiatan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Dengan teknik interview, observasi, dan dokumentasi, penelitian ini diprediksika akan mendapatkan data yang berypa catatan lapangan (field notes), transkrip wawancara, dokumen hasil kerja dan laporan, gambar, foto, dan biografi tentang pelatihan MGMP PAI SMP.
Setelah data terkumpul, dilakukan proses reduksi data. Reduksi data merupakan proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang didapatkan. Reduksi data akan dilaksanakan secara terus menerus dan segera setelah ada data yang terkumpul, baik dalam bentuk pembuatan ringkasan, pengkodean, peneusuran tema, maupun pengelompokan-pengelompokan dalam ggus-gugus.
Setelah data direduksi, akan dilakukan penyajian data dengan cara menggabung-gabungkan informasi hingga terbentuk satu kesatuan yang padu, sistematik, danmudah dipahami hubungan antara bagian-bagiannya. Penyajian dapat dilakukan dengan mengklasifikasikan data berdasarkan sub-sub tema.
Setelah data disajikan sesuai tema dan sub-sub tema, akan dilakukan penyimpulan data sesuai tema masing-masing. Penarikan kesimpulan dan verifikasi tidak terlepas dari fenomena yang ada dan pola-pola hubungan yang sebenarnya terjadi. Produk akhir dari penelitian ini adalah laporan hasil penelitian. Oleh karena itu, data yang terkumpul diorganisasikan secara sistematis dan logis agar data tersebut mudah dipahami dan lebih bermakna dalam penyusunan laporan.

G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan dalam memahami permasalahan dan pembahasan masalah yang terdapat dalam tesis ini, maka perlu disusun sistematika pembahasan sebagai gambaran secara global tentang keseluruhan isi tesis ini, bahwa tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab.
Bab I : Pendahuluan, pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Mendeskripsikan lokasi penelitian yang akan memberikan gambaran dan pengantar pembahasan berikutnya yang meliputi: letak geografis, sejarah berdirinya, struktur organisasi dan keanggotaan, program dan kegiatan MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur.
Bab III : Merupakan pembahasan tentang keefektifan MGMP dalam menigkatkan profesionalisme guru, meliputi: MGMP sebagai oranisasi, keefektifan MGMP, profesionalisme guru, peningkatan profesionalisme guru melalui MGMP.
Bab IV: Merupakan bab yang mendeskripsikan analisis hasil penelitian, meliputi: Manajemen MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur (penerapan fungsi-fungsi manajemen) dan peningkatan profesionalisme guru.
Bab V: Penutup, dalam bab ini memuat kesimpulan-kesimpulan dari penulisan tesis ini dan pada akhir tesis ini memuat saran-saran penulis terhadap pengelola MGMP PAI SMP, kata penutup penulis dan disertakan pula daftar pustaka, daftar riayat hidup penulis, serta lampiran-lampiran.

KERANGKA OUT LINE

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
D. Kajian Pustaka
E. Kerangka Teori
F. Metodologi Penelitian
G. Sistematika Pembahasan
BAB II: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis
B. Sejarah Berdirinya
C. Struktur Organisasi dan Keanggotaan MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur
BAB III: KEEFEKTIFAN MGMP DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
A. MGMP Sebagai Organisasi
B. Keefektifan MGMP
C. Profesionalisme Guru
D. Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui MGMP
BAB IV: ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Manajemen MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur
1. Perencanaan Pelatihan MGMP
a. Penetapan Tujuan Pelatihan
b. Harapan hasil pelatihan
c. Perencanaan waktu dan jadwal pelatihan
d. Perencanaan tempat pelatihan
e. Perekrutan peserta pelatihan
f. Perencanaan materi pelatihan
g. Perencanaan narasumber pelatihan
h. Perencanaan pembiayaan pelatihan
2. Pengorganisasian Pelatihan
a. Pembagian tugas antar pengurus
b. Koordinasi internal
c. Koordinasi eksternal
3. Pelaksanaan Pelatihan
a. Pertemuan pertama
b. Pertemuan kedua
c. Pertemuan ketiga
d. Pertemuan keempat
e. Pertemuan kelima
f. Pertemuan keenam
g. Pertemuan ketujuh
4. Pengawasan Pelatihan
B. Peningkatan Profesionalisme Guru
1. Penguasaan Bahan Pembelajaran
2. Pengelolaan Program Belajar Mengajar
3. Pengelolaan Program Kelas
4. Penggunaan Media dan Sumber
5. Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar
6. Penilaian Prestasi Siswa
7. Penguasaan Penyelenggaraan Administrasi Sekolah
BAB V: PENUTUP
A. Kesimplan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

, , Pedoman Penyelenggaraa MGMP Seluruh Indonesia,(Jakarta: Dirjen Dikmenum, 1990.

Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen PeningkatanMutu Berbasis Sekolah, jakarta, 2001.

, Revitalisasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003.

Sutrisno Hadi, Sutriso, Metodologi Research II, Yogyakarta: Andi Ofset 1989.

Lynton & Pareek, Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1992.

Mentri Pendidikan Nasional, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Dharma Bhakti, 2003.

Moleong, Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.

Pidarta, M. Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineke Cipta, 1997.

Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo, 2002.

Robbins, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001.

Samana, A. Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), Bandung: Alfabeta, 2007.

Suparlan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta: Hikayat, 2006.


Terry, Principles of management, United State of America: Richard D.Irwin, Inc, 1977.


KEEFEKTIFAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) PAI SMP TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PAI KABUPATEN CIANJUR








PROPOSAL TESIS

Oleh:
YUNUS SUPARDI
NIM. 07.223.805





KONSENTRASI MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2008
[1] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 648.
[2] Mendiknas, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Dharma Bhakti, 2003), hlm. 3.
[3] Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen PeningkatanMutu Berbasis Sekolah, (jakarta, 2001), hlm. 1.
[4] Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), hlm. 384.
[5] Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat, 2006), hlm. 131.
[6] Depdiknas, Revitalisasi MGMP, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003), hlm. 2.
[7] Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur yang bertugas di SMP Persatuan Islam di Jl.Bypas, penulis telah mengadakan penelitian awal pada tanggal 11-12 April 2008.
[8] Anggota MGMP PAI SMP Kabupaten Cianjur yang bertugas di SMP-I Al-I'anah Cianjur dan menjadi kepala bidang kurikulum di tempat tugasnya.
[9] Depdikbud, Pedoman Penyelenggaraa MGMP Seluruh Indonesia, (Jakarta: Dirjen Dikmenum, 1990), hlm. 2.
[10] Magister Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Tesis disidangkan pada tanggal 01 Februari 2004.
[11] Magister Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Tesis disidangkan pada tanggal 01 Februari 2003.
[12] Robbins, Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001), hlm. 3.
[13] Terry, Principles of management, (United State of America: Richard D.Irwin, Inc, 1977), hlm. 4.
[14] Pencanangan guru sebagai profesi ini disampaikan Presiden pada puncak acara peringatan Hari Guru Nasional XII pada tanggal 2 Desember 2004 di Istana Olah Raga Bung Karno, Senayan, Jakarta. Lihat Suparlan, Guru Sebagai Profesi, kata pengantar, (Yogyakarta: Hikayat, 2006),
[15] M. Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: Rineke Cipta, 1997), hlm. 256.
[16] A. Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hlm. 27-28.
[17]Lynton & Pareek, Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja, (Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1992), hlm. 74-89.
[18] Departemen Pendidikan Nasional, Revitalisasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), (Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003), hlm. 2-3.
[19] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 305.
[20] Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Andi Ofset 1989), hlm.202.
[21] Ibid., hlm. 36.
[22] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan..., hlm. 329.
[23] Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 103.

silabus

SILABUS

Nama Sekolah : MTs Negeri Batam
Mata Pelajaran : MATEMATIKA
Kelas/ semester : VII/ganjil
Standar kompetensi : Bilangan: Memahami dan dapat melakukan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah

Kompetensi
Dasar
Materi
Pokok
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Alokasi
Waktu
Sumber/
alat
Penilaian

Teknik
Bentuk instrumen
Contoh instrumen

1.1. Melakukan operasi bilangan bulat dan pecahan
1.2. Menggunakan sifat-sifat bilangan bulat dalam pemecahan masalah
Bilangan Bulat
- Besaran yang menggunakan bilangan bulat





- Letak bilangan bulat pada garis bilangan
- Penghitungan bilangan bulat dalam suatu operasi campuran


· Menyebutkan beberapa bilangan bulat
· Mengidentifikasi besaran sehari-hari yang menggunakan bilangan bulat
· Membuat garis bilangan dan menentukan letak bilangan pada garis bilangan

· Memberikan contoh bilangan bulat
· Menyatakan sebuah besaran sehari-hari yang menggunakan bilangan bulat negatif
· Menentukan letak bilangan bulat
· Menyelesaikan + , - , x , : dan pangkat bilangan.
· Menentukan sifat-sifat perkalian dan pembagian bilangan bulat

2 x 40’













2 x 40’


- Buku teks siswa
- termo meter

Tertulis


Tertulis




Tertulis

Tertulis



Tertulis



Uraian


Uraian




Uraian

Uraian



Uraian

1. Sebutkan/ tulis anggota bilangan bulat.
2. Apakah arti -25° ; 30°?
3. Isikan lambang > ; <
a. -8 …..-2
b. -4 ….-10
4. Tentukan dengan garis bilangan
a. -4 + 2 =
b. 7 – 4 =
c. -5 – (-6) =
5.a. 23 x (-13) =
b. 180 : (-6) =
c. 80 x (24 – 9)



Mengetahui, Batam, 2007
Kepala MTs N Batam Guru Mata Pelajaran


Drs. J U R E M I
NIP.150280884

SILABUS


Nama Sekolah : SMP/MTs
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
KelasSemester : VII/1
Standar Kompetensi : Mempraktekkan berbagai teknik dasar permainan dan olahraga, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Kegiatan Pembelajarab
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber/
Bahan/
Alat
1.1 Mempraktekkan variasi dan kombinasi teknik dasar salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar lanjutan dengan koordinasi yang baik serta nilai kerjasama, toleransi, percaya diri, keberanian, menghargai lawan, bersedia berbagi tempat dan peralatan **)
Permainan Sepakbola
· Menendang bola dengan kaki bagian dalam, luar dan punggung kaki, secara berpasangan berkelompok dengan jarak + 6 - 7 m
· Melakukan koordinasi gerakan dengan teman satu tim
· Bermain sepakbola menggunakan 3-4 gawang kecil pada ukuran lapangan basket/voli dengan jumlah pemain 6 - 8 regu perkelompok

· Menendang dan menghentikan bola dengan kontrol yang baik
· Mengkoordinasikan gerakan dengan teman satu tim
· Bermain sepakbola dengan peraturan yang dimodifikasi

· Tes (Praktek)
· Non Tes (pengamatan)

12 x 40
menit

· Media cetak
· Media
· elektronik
· Lingkungan
· Bola kaki
· Tiang pancang


Mengetahui, Batam, 2007
Kepala MTs N Batam Guru Mata Pelajaran


Drs. J U R E M I
NIP.150280884
Silabus

Nama Sekolah : MTs Negeri Batam
Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
Kelas/Semester : VII/1

Tujuan: Siswa dapat berkomunikasi secara lisan dan tulis dalam bahasa Inggris dalam wacana transaksional dan interpersonal dalam
konteks kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan lingkungan terdekat siswa.

Tema
Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar
Sub-Tema
Indikator
Kegiatan Pembeelajaran
Penilaian
Alokasi waktu
Sumber/Bahan/Alat
My Family
Listening-Speaking
Siswa dapat berinteraksi secara interpersonal sangat sederhana dengan lingkungan terdekat, terutama dalam
- Perkenalan diri/orang lain
- sapaan
- ucapan terima kasih
- permintaan maaf

Family life

Siswa terbiasa menyapa orang lain dengan ungkapan yang benar dalam bahasa Inggris sesuai dengan waktu dan orang yang diajak bicara.

Siswa membiasakan diri untuk berinteraksi dalam hal perkenalan, sapaan, ucapan terima kasih dan permintaan maaf dalam konteks kehidupan nyata, terutama di lingkungan sekolah, dengan guru dan teman.

Penilaian otentik dengan unjuk kerja (performance)
10 jam pelajaran (belum termasuk untuk terstruktur dan mandiri)
Contoh-contoh teks yang sesuai (lisan dan tulis), termasuk yang diucapkan oleh guru secara rutin atau yang diambil dari buku teks atau seumber-sumber lain.



Identity

Siswa dapat menyebutkan anggota keluarga inti dan terdekat.




Orang, dan alat bantu belajar yang sesuai yang terdapat di lingkungan hidup siswa (termasuk di rumahnya). Jika ada, tayangan atau rekaman elektronik di TV, kaset, audio/visual, dsb.



Mengetahui Batam, 2007
Kepala MTs N Batam Guru Mata Pelajaran


Drs. J U R E M I
NIP.150280884
SILABUS

Nama Sekolah : MTs Negeri Batam
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
Kelas Semester : VII / I
Standar Kompetensi : Mempraktekkan berbagai teknik dasar permainan dan olahraga, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber/
Bahan/
Alat
1.1 Mempraktekkan variasi dan kombinasi teknik dasar salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar lanjutan dengan koordinasi yang baik serta nilai kerjasama, toleransi, percaya diri, keberanian, menghargai lawan, bersedia berbagi tempat dan peralatan **)
Permainan Sepakbola
· Menendang bola dengan kaki bagian dalam, luar dan punggung kaki, secara berpasangan berkelompok dengan jarak + 6 - 7 m
· Melakukan koordinasi gerakan dengan teman satu tim
· Bermain sepakbola menggunakan 3-4 gawang kecil pada ukuran lapangan basket/voli dengan jumlah pemain 6 - 8 regu perkelompok

· Menendang dan menghentikan bola dengan kontrol yang baik
· Mengkoordinasikan gerakan dengan teman satu tim
· Bermain sepakbola dengan peraturan yang dimodifikasi

· Tes (Praktek)
· Non Tes (pengamatan)

12 x 40
menit

· Media cetak
· Media
· elektronik
· Lingkungan
· Bola kaki
· Tiang pancang


Mengetahui, Batam, 2007
Kepala MTs N Batam Guru Mata Pelajaran


Drs. J U R E M I
NIP.150280884



SILABUS


SATUAN PENDIDIKAN : Sekolah Menengah Pertama
MATA PELAJARAN : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
KELAS : VII/1
TAHUN PELAJARAN : 2006/2007

Standar Kompetensi : 1. Memahami prosedur ilmiah untuk mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan


No.

Kompetensi Dasar

Indikator

Materi Pokok

Kegiatan Pembelajaran

Alokasi Waktu

Sumber/
alat belajar
Penilaian
Jenis tagihan
Teknik
Bentuk instrumen
Soal
1.3
Melakukan pengukuran dasar secara teliti dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari
§Melakukan pengu-kuran massa,
§panjang, waktu, de-ngan menggunakan alat ukur yang sesuai.
§Memperhatikan keselamatan kerja dalam pengukuran
Pengukuran
§ Mengukur panjang meja dengan menggunakan mistar.
§ Mengukur massa buku dengan menggunakan neraca.
§ Mengukur lamanya waktu berlari sejauh 20 m.
§ Mengukur diameter lubang pipa dengan menggunakan jangka sorong
3 x 40’
§ Buku paket fisika kelas VII
§ Laboratorium
§ Pesona fisika
- non tes
- tes
Praktikum
Kuis
- Laporan hasil praktik
- Soal kuis
(terlampir)


Mengetahui, Batam, 2007
Kepala MTs N Batam Guru Mata Pelajaran


Drs. J U R E M I
NIP.150280884
SILABUS

Nama Sekolah : MTs Negeri Batam
Mata Pelajaran : Seni dan Budaya
Kelas/Semester : VII/I

Standar Kompetensi : Mengekspresikan diri Melalui Karya Seni Rupa

Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Kegiatan Pembelajar
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber/Bahan/
Alat







2.1 Menggambar bentuk dengan objek karya seni rupa terapan tiga dimensi dari daerah setempat
Hasil gambar bentuk 3 dimensi
- Menyiapkan alat dan bahan berkarya seni rupa 3 dimensi
Membuat daftar kebutuhan alat dan bahan
Tes penugasan
2 x 45
- Buku seni rupa yang terkait


- Membuat sketsa gambar bentuk 3 dimensi yang dipilih
Membuat sketsa


- Contoh-contoh gambar bentuk


- Menebalkan memperjelas sketsa
Menggambar bentuk sesuai dengan objek yang dipilih


- Alat bahan



- Membuat bayangan gambar bentuk



- Radio tape dan kaset









Mengetahui, Batam, 2007
Kepala MTs N Batam Guru Mata Pelajaran


Drs. J U R E M I
NIP.150280884